KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbilalamin,
segala puji bagi Allah SWT Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat,
taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
kuliah tentang “MASALAH KOMUNIKASI DI
PT. X” Sholawat serta salam semoga terlimpah dan tercurah kepada baginda Nabi
besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan salam kita selaku umatnya.
Dalam penyusunan tugas ini, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen mata kuliah DASMEN yakni Bpk. Riyadi serta rekan-rekan mahasiswa Politeknik Negeri Lampung yang selalu berdoa dan memberikan motivasi kepada penulis.
Karya tulis ilmiah ini di susun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah yaitu ”Dasar-dasar Manajemen” yang merupakan mata kuliah yang ada di Program Studi Agribisnis, Politeknik Negeri Lampung. Agar menjadi seorang yang mempunyai menejemen yang baik dan berkompeten bisa menciptakan sesuatu yang kreatif serta inovatif.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar tugas ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata penulis berharap tugas ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan kepada para pembaca pada umumnya dan pada penulis pada khususnya.
Dalam penyusunan tugas ini, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen mata kuliah DASMEN yakni Bpk. Riyadi serta rekan-rekan mahasiswa Politeknik Negeri Lampung yang selalu berdoa dan memberikan motivasi kepada penulis.
Karya tulis ilmiah ini di susun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah yaitu ”Dasar-dasar Manajemen” yang merupakan mata kuliah yang ada di Program Studi Agribisnis, Politeknik Negeri Lampung. Agar menjadi seorang yang mempunyai menejemen yang baik dan berkompeten bisa menciptakan sesuatu yang kreatif serta inovatif.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar tugas ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata penulis berharap tugas ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan kepada para pembaca pada umumnya dan pada penulis pada khususnya.
Lampung, 28 Desember
2012
Penyusun
Penyusun
Iwan Setiawan
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PEDAHULUAN
1.1 Latar belakang
1.2 Tujuan
DAFTAR ISI
BAB I PEDAHULUAN
1.1 Latar belakang
1.2 Tujuan
BAB II ISI
2.1 Tujuan
2.2 Kasus di PT.X
2.1 Tujuan
2.2 Kasus di PT.X
2.3 Ulasan temuan
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Komentar
DAFTAR PUSTAKA
3.1 Kesimpulan
3.2 Komentar
DAFTAR PUSTAKA
BAB I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
“Komunikasi akan Efektif
apabila terjadi pemahaman yang sama dan merangsang pihak lain untuk berpikir
atau melakukan sesuatu”. Penggalan kalimat tersebut dapat memberikan gambaran
bagi tiap pelaku bisnis pentingnya sebuah komunikasi. Tanpa proses komunikasi,
baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat memberikan hal-hal baru,
berupa percepatan proses bisnis, terselesaikannya pekerjaan hingga terbukanya
peluang baru.
Seringkali proses komunikasi
menjadi hal yang terlupakan oleh tiap level dalam suatu organisasi atau
perusahaan. Atasan yang mendikte, bawahan yang tidak mau bertanya atau
marketing yang tidak menyerap keinginan klien. Secara massif proses komunikasi
menjadi suatu kegiatan yang tidak dapat ditinggalkan dalam proses interaksi
apapun. Tanpa komunikasi yang baik, pekerjaan akan terhambat, tidak sesuai
dengan permintaan maupun level yang lebih parah, tidak ada pekerjaan sama
sekali.
Permasalahan komunikasi juga
umumnya terjadi karena tidak adanya proses komunikasi yang efektif. Beberapa
faktor yang mempengaruhi efektifitas komunikasi diantaranya adalah (1)
Kredibilitas dan daya tarik komunikator,(2) Kemampuan pesan untuk membangkitkan
tanggapan, (3) Kemampuan komunikan untuk menerima dan memahami pesan.
Selain proses komunikasi, hal
penting lainnya dalam proses bisnis internal perusahaan adalah etika bisnis.
Secara umum etika bisnis di perusahaan dapat dibagi menjadi dua bagian umum,
yaitu etika bisnis di internal dan eksternal. Etika bisnis internal merupakan
sikap dan tata cara bersikap dalam mengahadapi rekan kerja dalam satu lingkup
organisasi sedangkan etika bisnis eksternal lebih menekankan pada hubungan
dengan rekan kerja berbeda organisasi atau perusahaan.
Etika dapat diartikan sebagai
falsafah moral sebagai pedoman cara hidup yang benar dilihat dari sisi pandang
agama, norma sosial dan budaya. Etika bisnis dalam suatu perusahaan dapat
berupa beberapa hal, seperti penampilan karyawan yang santun dan rapi;
memberikan layanan yang baik bagi pelanggan; dan taat asas dalam bernegoisasi.
Dampak penerapan etika yang baik terlihat pada tata cara berinteraksi karyawan
atau anggota organisasi antara sesamanya (internal) dan interaksi antara klien
atau pelanggan (eksternal)
Kedua aspek tersebut memegang
peranan penting dalam proses bisnis perusahaan. Komunikasi yang efektif
memberikan solusi dan peluang bagi perusahaan sedangkan etika bisnis yang baik
memberikan image yang baik pula bagi perusahaan. Berikut ini akan disajikan
studi kasus penerapan etika dan komunikasi yang baik di PT. X sebagai salah
satu perusahaan BUMN dengan basis pekerjaan jasa dan konsultasi, khususnya
bidang inspeksi dan verifikasi.
1.2 Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk
menganalisis penerapan proses komunikasi dan penerapan etika bisnis di PT. X
BAB II ISI
2.1 Komunikasi
Definisi
Carl I. Hovland dalam Hadi
(2007) mendefinisikan komunikasi dalam sebagai upaya yang sistematis untuk
merumuskan secara tegar asas-asas penyampaian serta pembentukan pendapat dan
sikap. Obyek studi ilmu komunikasi bukan saja penyampaian informasi,
melainkan juga pembentukan pendapat umum (public opinion) dan
sikap publik (public attitude).
Dalam definisi yang lain
disebutkan komunikasi sebagai sesuatu hal dasar yang selalu dibutuhkan dan
dilakukan oleh setiap insan manusia, karena berkomunikasi merupakan dasar
interaksi antar manusia untuk memperoleh kesepakatan dan kesepahaman yang
dibangun untuk mencapai suatu tujuan yang maksimal diantara kedua nya. Untuk
mencapai usaha dalam berkomunikasi secara efektif, maka sebaiknya kita harus
mengetahui sejumlah pemahaman dan persoalan yang terjadi dalam proses
berkomunikasi itu sendiri.
Proses Komunikasi :
Secara umum proses komunikasi
terbagi menjadi dua tahap, yaitu primer dan sekunder
Proses Komunikasi secara primer
:
Proses penyampaian pikiran dan
atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang [symbol] sebagai
media, bahasa, kial (gesture), isyarat, gambar, warna, dan sebagainya.
Aspek yang paling banyak digunakan adalah bahasa, karena
mampu menterjemahkan pikiran seseorang kepada orang lain berupa ide,
informasi atau opini. Bahasa memegang peranan paling penting dalam proses
komunikasi primer. Aspek yang paling penting dalam bahasa adalah pemilihan
kata. Kata-kata mengandung dua jenis pengertian :
• Denotatif, arti
sebagaimana tercantum dalam kamus (dictionary meaning)
• Konotatif, arti
emosional atau mengandung penilaian tertentu atau kiasan(emotional or
evaluate meaning)
Proses Komunikasi Secara
Sekunder :
Proses penyampaian pesan oleh
seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media
kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Komunikasi sekunder dapat
berupa, surat, telepon, fax, koran, majalah, radio, TV, film, e-mail, internet,
dan sebagainya. Perkembangan budaya masyarakat yang sangat cepat telah membawa
perubahan pada metode komunikasi. Saat ini media sekunder banyak digunakan
sebagai media utama dalam melakukan komunikasi yang efektif bagi massa secara
luas. Contohnya adalah penggunaan internet dalam kampanye Obama dan Susilo
Bambang Yudhoyono dalam Pemili. Kasus Prita Mulyasari juga menjadi streotipe
yang sangat baik tentang bagaimana implikasi media dalam hal ini internet
terhadap pengembangan image suatu perusahaan. RS Omni Internasional tercatat
mengalami penurunan pelanggan akibat pemberitaan dan dukungan terhadap Prita
Mulyasari.
Komunikasi Organisasi
Komunikasi Organisasi dapat
didefinisikan sebagai pertunjukkan dan penafsiran pesan di antara unit-unit
komunikasi yang merupakan bagian suatu organisasi tertentu. Suatu organisasi
terdiri dari dari unit-unit komunikasi dalam hubungan hierarkis antara yang
satu dengan lainnya dan berfungsi dalam suatu lingkungan. Gambar di bawah ini
melukiskan konsep suatu sistem komunikasi organisasi.
Garis yang putus putus
melukiskan gagasan bahwa hubungan-hubungan ditentukan secara alami; hubungan
hubungan itu juga menunjukkan bahwa struktur suatu organisasi bersifat luwes
dan mungkin berubah sebagai respons terhadap kekuatan-kekuatan lingkungan yang
internal dan eksternal.
Komunikasi organisasi terjadi
kapan pun, setidak-tidaknya satu orang yang menduduki suatu jabatan dalam suatu
organisasi menafsirkan suatu pertunjukkan.Fokus komunikasi organisasi adalah
komunikasi di antara anggota-anggota suatu organisasi.
2.2 Kasus di PT. X
Sebagai
perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memiliki banyak
divisi-divisi supporting, Strategic Business Unit (SBU),
cabang-cabang, serta anak perusahaan, PT. X (PT. X) memiliki kejamakan ataupun
keragaman di dalam hal interaksi internal maupun
eksternal, ditambah lagi
basis-basis pendapatan PT. X banyak didapatkan dari project-project yang
dikerjakannya, sehingga semakin besarlah cakupan yang harus dilakukan oleh PT.
X di dalam mengatur proses interaksi di dalam organisasinya. Hal
tersebut disebabkan karena
setiap project memiliki karakter-karakter yang berbeda-beda,
dan apabila project tersebut tidak berlangsung dalam jangka
waktu yang lama, banyak personil-personil baru yang diambil dari eksternal
(pegawai kontrak dan outsourcing) dikombinasikan dengan
pegawai-pegawai lama dan berpengalaman yang berada di PT. X.
Sebagai pelaksana teknis di
tingkat dasar, dibentuklah suatu manajemen proyek (MP) dengan tujuan
memfokuskan pelaksanaan pekerjaan. Salah satu manajemen Proyek yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah Manajemen
Projek Verifikasi Ekspor atau yang biasa dikenal dan disingkat di PT. X sebagai
MP-VE. MP-VE sendiri berdiri di bawah naungan Strategic Business Unit
Trade Support Services (SBU TSS), SBU TSS merupakan SBU yang baru
hasil peleburan dari SBU Trade Finance and Services sebelumnya.
Pada SBU ini, MP-VE merupakan salah satu projek yang diandalkan bukan hanya
oleh SBU sendiri tetapi oleh korporat secara umumnya, dikarenakan MPVE
merupakan projek long term atau jangka panjang dan projek yang
memiliki potensi paling besar dalam menyumbangkan pendapatannya bagi korporat
setiap tahun. Bahkan tidak tertutup kemungkinan untuk terus mengembangkan pendapatannya
setiap tahun.
MP-VE
berdiri pada awal tahun 2007, setelah PT. X ditunjuk oleh pemerintah Indonesia
melalui Departemen Perdagangan (Depdag) untuk melakukan verifikasi terhadap
produk-produk tertentu sebelum diekspor, adapun produk-produk tertentu itu
antara lain produk pertambangan yang tergolong pada bahan galian golongan C
seperti marmer, granit, kaolin, batu apung, dan lain-lain. Selain itu PT. X
juga ditunjuk oleh pemerintah untuk memverifikasi produk-produk kimia berbahaya
sebelum diekspor, yang biasa disebut denganPrekursor, yang terakhir
masih di dalam waktu yang sama sekitar bulan Februari tahun 2007 tersebut, PT.
X juga dipercaya untuk melakukan pemeriksaan/verifikasi terhadap produk timah
batangan sebelum diekspor.
Pada awal
didirikannya struktur organisasi MP-VE , dipimpin oleh seorang Kepala MP yang membawahi 3 manajer yaitu manajer
marketing, manajer operasi, dan manajer adum / keuangan. Dan di dalam
pelaksanaan pekerjaannya dibantu oleh KoordinatorQuality Control (QC)
dan Quality Assurance (QA) serta Administrasi Operasi (Adops).
Untuk pekerjaan-pekerjaan di lapangan ataupun di daerah, masing-masing daerah
dipimpin oleh seorang koordinator wilayah yang membawahi wilayah yang dicover olehnya.
Manajer
operasi memiliki kekuasaan yang sangat kuat di dalam
melaksanakan tugas-tugasnya, dan boleh dibilang secara tidak langsung
adalah vice president daripada Kepala MP. Dan kebetulan,
Kepala MP pada saat itu yaitu Y memberikan mandat yang cukup besar kepada W
sebagai kepala/manajer operasi sekaligus melaksanakan tugas harian Kepala MP.
Karena memang pada saat itu oleh Direksi sebenarnya yang ingin diangkat adalah
W, tetapi dikarenakan berbagai macam pertimbangan Direksi akhirnya mengangkat Y
sebagai kepala MP. Namun hal ini menimbulkan dillema, karena Y juga merangkap
jabatan sebagai kepala sektor perdagangan saat itu, pada saat masih tergabung
dalam SBU TFS. Sehingga hal tersebut membuat dia melampiaskan tugas
kesehariannya kepada W.
Tetapi
disini timbul pertanyaan dan masalah, dikarenakan jabatan yang dirangkap oleh Y
tersebut, W memanfaatkan momentum tersebut untuk membuat move-move yang
tidak sehat terkait kinerja
MP-VE, ini terkait karena dia merasa ada persaingan dengan Y, yang harusnya dia
diangkat menjadi kepala MP tetapi hanya menjadi manajer operasi. Hal tersebut
menjadikan internal
organization dalam MP-VE menjadi
kurang sehat. Namun seiring berjalannya waktu, dengan dileburnya SBU TFS
menjadi SBU TSS dan SBU ISS, maka Y terpilih menjadi General Manager untuk
SBU TSS, yang mau tidak mau dia harus memberikan jabatan Kepala MP-VE kepada
orang lain, dikarenakan tidak memungkinkannya lagi rangkap jabatan yang
dilakukannya. Tetapi terlihat suksesi ini agak dipaksakan, karena sepanjang W
menjadi manajer operasi, memang dia mengunci pekerjaan MP-VE menjadi sangat
tertutup dan sulit dimasuki oleh pihak diluar dari organisasi tersebut.
Direksi dalam
perjalanannya mengambil
keputusan untuk tidak mengangkat W menjadi kepala MP, dan kemudian lebih
memilih seseorang dari luar MP-VE untuk menjadi Kepalanya yaitu bekas Kepala
Cabang PT. X di Pekanbaru, H. Dan kemudian Direksi membuat satu jabatan baru di
atas Kepala MP yaituSteering Commitee (SC), yang diduduki oleh Y
dan W. Namun, dalam pelaksanaannya W tetap saja tidak puas karena jabatan
tersebut dianggapnya hambar, karena tidak memiliki power di
dalam pekerjaan keseharian MP-VE, hanya dianggap sebagai dewan penasihat saja.
Kemudian dengan politiknya di kantor, dia membuat move-move terhadap
Kepala MP yang baru dengan mosi-mosi tidak percaya, mempengaruhi anggota
lainnya, serta cenderung “menggerecoki” ataupun merusak tatanan yang sudah ada,
karena memang seperti yang telah dikatakan sebelumnya, pada saat menjadi kepala
operasi dia melakukan kegiatan-kegiatan tertutup ataupun “mengunci” kepada pihak
luar, sehingga yang banyak mengetahui MP-VE hanyalah dia.
Hal
tersebut membuat kepala MP yang baru menjadi geram dan tidak kerasan ataupun
tidak betah pada posisinya saat itu, dan memang hal tersebut yang diharapkan
oleh W terjadi kepada H. Dan akhirnya, H mengundurkan diri sebagai kepala MP-VE
disamping dia terpilih menjadi ketua serikat pekerja di PT. X, dan seperti yang
bisa diduga sebelumnya, W akhirnya diangkat menjadi kepala MP-VE, dikarenakan
tidak adanya lagi pilihan bagi Direksi. Hal ini menjadikan banyak
kejadian-kejadian yang tidak sehat di dalam organisasi yang dipimpinnya itu. Hingga
saat ini organisasi MP-VE
dianggap lama perkembangannya di dalam mengembangkan jaringan market dan
bisnisnya, tidak seperti yang direncanakan sebelumnya, padahal MP-VE sebagai
sebuahProject Management memiliki potensi di dalam mengembangkan
pasarnya serta pendapatan bagi PT. X.
2.3 Penyelesaian
masalah
Terdapat beberapa permasalahan
penting dalam proses komunikasi di internal perusahaan. Permasalahan pertama
adalah kurangnya proses komunikasi dari Direksi terhadap W selaku pihak yang
paling mengerti dan merasa paling cocok untuk posisi Kepala MPVE. Direksi dalam
pertimbangannya memandang W belum memiliki kompetensi yang dibutuhkan sebagai
seorang Kepala MPVE karena beberapa hal sehingga dalam perjalanannya, Direksi
menunjuk W dan H sebagai Kepala MPVE.
Permasalahan terjadi karena
Direksi tidak menjelaskan secara jelas kompetensi dan persyaratan yang
diperlukan bagi karyawan yang menduduki jabatan Kepala MPVE. Ketidakjelasan
tersbut pada akhirnya berdampak pada anggapan bahwa Direksi “pilih kasih”
terhadap Y dan H. Pada kenyataannya, Direksi menilai bahwa kompetensi Kepala MP
VE belum dimiliki oleh W. Jika keputusan tersebut dapat dikomunikasikan dengan
baik serta dilengkapi dengan data yang terukur seperti analisis jabatan,
evaluasi jabatan, dan assessment yang independen, W mungkin dapat menerima
keputusan Direksi.
Etika bisnis yang baik juga
seharusnya tidak membenarkan perbuatan Direksi tersebut. Sikap membatasi
informasi tentang keputusan yang diambil menyebabkan pihak-pihak tertentu tidak
suka. Seharusnya Direksi sebagai pihak yang memiliki posisi lebih tinggi, dapat
memberikan kenyamanan bagi bawahannya. Etika bisnis tidak selalu bersifat
antara anggota dalam satu level (horizontal), tetapi juga bersifat atasan dan
bawahan (vertical). Penghargaan dan apresiasi dapat menunjukkan etika bisnis
yang baik dari atasan kepada bawahannya.
Permasalahan lainnya adalah
sikap tidak dapat menerima W terhadap keputusan Direksi. Sikap tersebut
kemudian diperparah dengan adanya move-move yang tidak sehat dalam menjatuhkan
kredibilitas atasannya, yaitu Y dan H. Langkah yang diambil oleh W yang merasa
mampu dan kredibel sebagai Kepala MP di tunjukkan dengan melakukan penahanan
informasi bagi pihak luar sehingga pada akhirnya berdampak pada kinerja MPVE
secara keseluruhan. Tanda-tanda
buruknya organisasi mulai terlihat seperti mulai terlalu banyaknya pegawai sebagai
langkah untuk memperkuat pengaruh
danpower W dengan cara memasukkan “orang-orangnya” ke dalam MP-VE,
sehingga memperbesar jumlah karyawan. Kemudian dikarenakan berbagai kepentingan
di internal tersebut mulai terlihat adanya toleransi terhadap ketidakkompetenan
beberapa stafnya. Informasi tentang MP-VE menyebabkan prosedur-prosedur administrasi
menjadi berbelit, karena segala hal harus diketahui oleh W.
Komunikasi
yang dijalin baik kepada pihak internal terutama pihak eksternal semakin tidak
efektif. Dalam hal struktur organisasi juga tidak mengalami perkembangan ataupun
perubahan ke arah yang lebih baik karena menghindari terjadinya perubahan
kekuasaan. Cenderung kepemimpinannya menyalahkan bawahan ataupun staf-stafnya,
bahkan berburuk sangka kepada pihak eksternal secara berlebihan.
Dikarenakan
sifat dan gaya kepemimpinan seperti yang telah dijelaskan diatas, menjadikan W
resistensi terhadap perubahan. Terlalu banyaknya intrik-intrik dan
politik-politik kotor di dalam kegiatan ataupun caranya mendapatkan jabatan
ataupun mempertahankannya. Dengan membuat komunitas baru yang dia percaya,
kepentingan-kepentingan kelompok tertentu menjadi mencuat, contohnya dengan W
banyak memasukkan lulusan dari universitas tertentu. Disebabkan seperti yang
telah dijelaskan diatas resistensi terhadap perubahan kemudian komunikasi yang
tidak efektif, struktur organisasi yang sudah usang menyebabkan inovasinya
menjadi turun.
Tetapi
sebenarnya secara kemampuan teknis W memiliki kemampuan yang cukup baik dan
handal dikarenakan pengalaman dan jam terbangnya. Tetapi kepemimpinan tidak
hanya membutuhkan kepintaran dalam hal ini skill danknowledge,
tapi membutuhkan sebuah wisdom.
Dilihat dari sisi etika bisnis,
perlakuan W terhadap pihak luar tidak dapat diterima. Seharusnya W dapat
menerima keputusan yang telah diberikan oleh Direksi dan membiarkan pihak luar
(Y dan H) melakukan manajerial MPVE secara lebih terbuka. Seharusnya W lebih
mengeksplor kemampuan manajerialnya dengan lebih baik dengan cara lain tanpa
menghalangi kesempatan orang lain menjadi lebih baik.
Sikap
resiten dan move-move tidak sehat yang dilakukan W juga tidak sepatutnya
dilakukan. Organisasi yang baik seharusnya terbuka dan selalu menuju kearah
yang lebih baik. Sikap yang ditunjukkan oleh W juga tidak sesuai dengan norma
dan etika yang berlaku di dunia kerja. Persaingan seharusnya dilakukan secara
sehat dan terbuka, bukan dengan melakukan gerakan bawah tanah yang bertujuan
menjatuhkan pihak-pihak lain. Tanpa disadari, gerakan bawah tanah W melalui move-move tidak sehat dan politik kotor telah
menjatuhkan martabat dan anggapan orang lain terhadap dirinya.
BAB III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Etika dan komunikasi dalam
suatu interaksi organisasi adalah hal yang tidak dapat dipisahkan, baik secara
internal organisasi maupun eksternal organisasi. Kedua aspek tersebut
memegang peranan penting dalam proses bisnis perusahaan. Komunikasi yang
efektif memberikan solusi dan peluang bagi perusahaan sedangkan etika bisnis
yang baik memberikan image yang baik pula bagi perusahaan
Pada interaksi bisnis di
internal PT.Surveyor Indonesia, terjadi konflik kepentingan yang berawal dari
buruknya komunikasi organisasi serta tidak diterapkanya etika bisnis yang baik.
Permasalahan berawal dari proses komunikasi bisnis Direksi yang kurang baik
dalam menjelaskan alasan pengambilan keputusan di MPVE. Direksi tidak dapat
memberikan pengertian kepada W tentang keputusan pengangkatan Y dan H sebagai
Pimpinan MPVE. Hal tersebut menyebabkan W yang merasa lebih mampu menangani
MPVE tidak suka dan melakukan pergerakan bawah tanah berupa move-move tidak
sehat, politik kotor, dan resisten terhadap pihak luar.
Pribadi W sebagi bawahan pun
tidak dapat dibenarkan. Sikap yang ditunjukkan menunjukkan buruknya
pengendalian diri dan pada akhirnya terlihat pada buruknya komunikasi serta
etika bisnis W. Sikap tidak mau berkoordinasi dengan orang lain, tertutup pada
pihak luar, tidak percaya pada Direksi, mositidak percaya serta kesengajaan
membuat orang lain tidak nyaman menunjukkan buruknya proses komunikasi dan
etika bisnis yang diterpakan oleh W.
Komonikasi dan etika bisnis
yang buruk akan berdampak tehadap kenyamanan karyawan lain dan kinerja
perusahaan secara keseluruhan. Statement tersebut dibuktikan dengan kurang
berkembangnya kinerja MPVE dibawah W.
3.2 Komentar
Menurut paham saya, komunikasi
dalam suatu perusahaan sangatlah penting ntuk meningkatkan kineja karyawan. Dan
apa yang terjadi di PT. X, seharusnya direksi pada PT. X lebih menuingkatkan
komunikasinya pada bawahan-bawahanny. Agar tidak terjadi kesalahpahaman antara
bawahan satu dengan yang lainnya. Dan direksi juga harus mengambil keputusan
yang tegas pada W, agar si W tidak melakukan persaingan tidak sehat pada
bawahan yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Bertens, Keer. 2000. Pengantar
Etika Bisnis. Kanisius. Yogyakarta
Keraf, Sonny. 1998. Etika
Bisnis : Tuntunan dan Relevansinya. Kanisius. Yogyakarta
Purwanto, Djoko. 2000. Komunikasi
Bisnis. Cetakan Ketiga, Jakarta
Siagian, Sondang. 1996. Etika
Bisnis. PT. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta
Geen opmerkings nie:
Plaas 'n opmerking